English version
Presentations
See also:

Seri diskusi UNODC yang pertama di tahun 2011 memanggil langkah-langkah anti-korupsi di sektor kehutanan



Jakarta (Indonesia), 24 Februari 2011
- Asia Tenggara mengalami deforestasi pada tingkat tercepat di bumi, tetapi tetap menjadi tempat untuk sekitar 7 persen pertumbuhan dari hutan dunia tua. Deforestasi dapat menghilangkan seluruh ekosistem dalam waktu singkat, dan dampak pada lingkungan ini secara umum telah didokumentasikan dengan baik.

Pengangkutan kayu dan produk kayu merupakan pokok perdagangan internasional dan legalitas dari setiap pengiriman kayu didasarkan pada dokumen tertulis. Meskipun dokumen palsu dapat digunakan untuk beberapa tujuan, di Asia banyak dari dokumen ini tidak benar-benar didapatkan dengan usaha tetapi dibeli dari para pejabat korup di negara-negara sumber kayu.

Indonesia, salah satu negara kunci sumber kayu dunia, masih sangat dipengaruhi oleh tindak kriminal deforestasi. Di sini, seperti di tempat lain, pembalakan liar bergantung pada korupsi untuk bertahan dalam bisnis dan ini memerlukan kerjasama petugas di seluruh rantai produksi di tingkat lokal, penebangan liar menghancurkan penghidupan berbasis hutan dan masyarakat di beberapa desa yang dilibatkan dalam penggundulan hutan akan dirugikan.

Banyak penekanan diberikan kepada program-program untuk mengurangi emisi berbahaya dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Namun, hubungan antara pembalakan liar dan korupsi harus menjadi faktor dalam program ini jika ingin program-program tersebut berhasil.

Pada tanggal 8 Februari United Nations Information Centre (UNIC), bekerjasama dengan UNODC meluncurkan seri diskusi anti korupsi 2011. Hal ini dilakukan bersamaan dengan Tahun Hutan Internasional 2011 dan topik diskusi adalah: "Penebangan liar dan hubungannya dengan korupsi di Indonesia '.

Memberikan presentasi pada diskusi ini adalah Professor Rudi Satrio, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Bapak Deddy Ratih, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, sebuah organisasi non-pemerintah dan moderator, Bapak Michele Zaccheo, Direktur UNIC.



"Ketika berbicara tentang kehutanan di Indonesia, secara intrinsik hal ini terkait dengan degradasi dan hilangnya sumber daya alam yang disebabkan oleh kesenjangan antara penawaran dan permintaan dalam industri kehutanan. Menurut kelompok kerja pembiayaan hutan Indonesia,54 persen dari hutan industri menggunakan kayu alam untuk pembuatan bbur kertas dan kertas," jelas Bapak Deddy.

Beliau mengelaborasi tentang pembalakan liar dan menjelaskan bahwa ini mencakup apa yang ia sebut pembalakan destruktif. Dengan ini, Bapak Deddy menghubungkan penjelasannya dengan kegiatan operasi perusahaan-perusahaan penebangan yang seakan sah di mata hukum. Dia menjelaskan bahwa: "Perusahaan-perusahaan ini sah secara hukum tetapi penggunaan mereka terhadap hasil hutan adalah ilegal Mereka memiliki izin hukum tetapi mereka juga terlibat dalam tindakan illegal".

Pada tahun 2003, Indonesia mencapai puncak dalam hal pembalakan liar. Negara ini kehilangan 1.825 juta hektar hutan, yang sama dengan sekitar Rp 43.680 triliun. Bapak Deddy menyimpulkan presentasinya dengan mengatakan bahwa: "Pembalakan liar terkait erat dengan korupsi. Sebagai alternatif untuk memerangi pembalakn liar, hukum Indonesia pada pemberantasan korupsi harus digunakan dan ada beberapa kasus yang dapat digunakan sebagai preseden".

Profesor Rudi mempresentasikan hasil penelitiannya dengan menyatakan bahwa: "Sangat mudah untuk membuktikan tindakan pembalakan liar. Namun, tantangannya adalah untuk mencapai dan menuntut gembong di belakang operasi ilegal".

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa: "Alternatif hukum dan peraturan harus digunakan terhadap pelaku dan koordinasi yang lebih baik antara aparat penegak hukum diperlukan". Pada akhir diskusi, sesi tanya-jawab berlangsung melibatkan lebih dari 50 orang wakil dari sektor publik, kelompok masyarakat sipil, donor internasional, universitas dan media.