English version
Document
See also:

Pelajaran dari pelaksanaan paket HIV / AIDS harm reduction komprehensif di Indonesia



Jakarta (Indonesia), 15 November 2010
- Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam menangani pencegahan HIV pada pengguna napza suntik (penasun)selama lebih dari satu dekade. Namun, hingga saat ini penasun masih menjadi pendorong utama epidemi HIV di Indonesia. Dengan prevalensi sebesar 57 persen pada penasun wanita dan 52 persen penasun laki-laki, ini merupakan prevalensi HIV nasional tertinggi dilaporkan pada populasi di Asia Tenggara.

Pada tanggal 14 Oktober, perwakilan dari Pemerintah Indonesia, akademisi, masyarakat bantuan hukum, organisasi internasional dan PBB menghadiri sebuah seminar tentang "Pelajaran dari implementasi paket harm reduction komprehensif di Indonesia."

Prof. Adeeba Kamarulzaman, dari Centre of Excellence for Research in AIDS, Malaysia, menjadi pembicara pertama yang membahas tentang perkembangan dan implementasi dari paket komprehensif di negara-negara Asia. Sesi Seminar kedua melihat pelajaran dari pelaksanaan program terapi substitusi opioid dan jarum suntik. Bahasan ini kemudian dilanjutkan pada sesi ketiga, di mana para presenter membahas berbagai model perawatan ketergantungan napza berbasis komunitas yang didukung oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Badan Narkotika Nasional dan Departemen Sosial.

Telah ada upaya besar untuk meningkatkan layanan dampak harm reduction di Indonesia sejak 2006. Pendanaan untuk melaksanakan pencegahan HIV, pengobatan dan perawatan sekarang tersedia untuk semua provinsi. Jumlah situs layanan program jarum dan alat suntik steril telah meningkat dari hanya empat lokasi di tahun 2003 menjadi 281 situs pada bulan Juli 2010. Dari jumlah tersebut, 230 berada di puskesmas dan 51 dijalankan oleh organisasi non-pemerintah (LSM). layanan substitusi terapi Opioid juga telah meluas, dari dua lokasi pada tahun 2004, menjadi 52 situs di 11 provinsi, dengan jumlah pasien aktif sebanyak 2.530.


Meskipun telah banyak kemajuan dicapai, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mencapai target universal akses untuk layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV pada penasun.

Dalam presentasinya, Profesor Irwanto dari Universitas Atmajaya, mencatat bahwa: "Tantangan dalam melaksanakan paket komprehensif di Indonesia dapat berasal baik dari penyedia layanan dan / atau pasien Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas manusia dan kelembagaan , investasi untuk memperkuat system pelayanan kesehatan yang universal, pelaksanaan kebijakan asuransi kesehatan dan meningkatkan pertisipasi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan".

Sesi terakhir dari seminar tentang HIV dan ko-infeksi Hepatitis C, berakhir dengan sesi tanya jawab yang dinamis, dimana Dokter Rino dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mengatakan bahwa: "Penyakit hati sekarang adalah penyebab utama kematian pasien dengan penyakit terkait AIDS. Manajemen hepatitis C pada pasien dengan ko-infeksi HIV merupakan hal yang sangat menantang karena individu-individu ini memiliki kebutuhan tambahan pengobatan yang berbeda dari mereka yang terinfeksi hanya oleh salah satu virus. "

Dengan demikian menjadi jelas bahwa peserta merasa usaha pengadaan akses universal untuk layanan terkait HIV merupakan daerah yang membutuhkan kerja lebih lanjut. Pandangan seorang peserta tentang keseluruhan seminar: "Seminar ini memberi kankami kesempatan yang berharga untuk berbicara dengan para ahli dari berbagai disiplin ilmu, ini adalah pengalaman yang bermanfaat."

Seminar ini diadakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional bekerjasama dengan UNODC dan disponsori oleh International Harm Reduction Association.