English version
Presentations (Bahasa version)
See also:

Seri diskusi anti-korupsi UNODC mencapai khalayak yang lebih luas



Jogjakarta (Indonesia), 26 April 2011
- Pada tanggal 31 Maret, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta menjadi tuan rumah seri diskusi anti-korupsi UNODC. UNODC memutuskan untuk mengadakan seri diskusi di Jogjakarta untuk memperkuat komitmennya dalam memerangi korupsi, terutama korupsi di sektor kehutanan, di luar ibukota.

Seri diskusi dibuka oleh Bapak Hasrul Halili, Kepala Divisi Anti-Korupsi dan Keadilan Pusat Kajian Anti Korupsi. Beliau menyampaikan pada peserta bahwa: "Energi untuk memberantas korupsi harus terus ada karena masalah korupsi selalu hadir. Antisipasi adalah kunci sehingga masalah korupsi di sektor kehutanan dapat diminimalisir."

Presentasi pertama disampaikan oleh Bapak Totok Dwi Diantoro, Kepala Divisi Anti-Korupsi dan Sumber Daya Alam Pusat Kajian Anti Korupsi. Bapak Diantoro berbicara tentang pentingnya memerangi pembalakan liar dan menjelaskan bahwa "tingkat korupsi di sektor kehutanan masih tinggi dan meskipun jumlahnya mungkin tampak menurun, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya juga jumlah cadangan hutan."

Bapak Diantoro lalu menjelaskan bahwa hutan di Indonesia terus menghilang dengan laju deforestasi 1,2 juta hektar per tahun. Dia mengatakan bahwa dari perspektif ekonomi, penebangan liar telah merugikan Indonesia antara 23-25 milyae rupiah per tahun dan kemudian menyoroti beberapa konsekuensi ekologis yang penting dari kejahatan ini. Beliau menyebutkan bahwa terjadi 336 banjir di 136 kabupaten dan 26 provinsi, 111 tanah longsor di 48 kabupaten dan 13 provinsi dan 78 kekeringan di 36 kabupaten dan 19 provinsi. Ia menyimpulkan bahwa "meskipun ada angka-angka ini, pemerintah tidak mau mengakui bahwa bencana ini adalah hasil dari pembalakan liar."

Menyampaikan presentasi kedua adalah Bapak Danang Widyoko, Koordinator Indonesia Corruption Watch. Beliau mengatakan, data kongruen pada deforestasi adalah pertempuran politik antara Departemen Kehutanan dan pemerintah daerah. Tidak ada data akhir yang diterbitkan oleh Pemerintah sampai saat ini. Dengan demikian, ada kekurangan data lengkap atau data kredibel yang pada gilirannya akan mendukung dimensi pembalakan liar di Indonesia.

Beliau menjelaskan bahwa: "Kekayaan sumber daya alam Indonesia sangat luar biasa. Namun, daerah yang kaya akan sumber daya alam dalam kenyataannya mengalami kemiskinan dan tingginya tingkat korupsi. Harga kayu yang membubung telah meningkatkan insentif bagi pasokan kayu tidak berkelanjutan dan mengarah pada deforestasi yang terjadi karena permintaan jumlah kayu yang sangat besar. Hal ini bagaimana pun, menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dibiayai dari kehancuran hutan."



Setuju dengan Bapak Danang Widyoko, adalah Bapak Agus Affianto, dosen di Universitas Gadjah Mada dan Direktur Eksekutif Indonesian Forestry and Governance Institute. Beliau mengatakan bahwa "Departemen Kehutanan belum pernah memberikan data hutan dan data spasial lahan kritis. Hal ini karena di berbagai wilayah di Indonesia, masalah batas hutan belum diselesaikan. Selain itu, isu batas antara pemerintah daerah dan masyarakat belum disepakati. "

Diskusi diakhiri dengan sesi tanya jawab yang melibatkan lebih dari 100 perwakilan dari berbagai perguruan tinggi di Jogjakarta, organisasi non-pemerintah dan kelompok masyarakat sipil.