English version
See also:

Polisi Indonesia mengalami kerusuhan London, praktik-praktik terbaik internasional



Jakarta (Indonesia), 5 October 2011 - Ketika polisi Indonesia; Imam Subandi dan Gede Suardana mendarat di London, Inggris bulan Agustus yang lalu, mereka menjadi saksi kerusuhan Inggris - dan praktik penegakan hukum yang tanggap sehingga negara tersebut dapat lekas bangkit kembali.

Ditempatkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia di Kantor PBB untuk Masalah Obat-obatan Terlarang dan Tindak Kejahatan (UNODC) Indonesia, dua anggota Fakultas Nasional  dari proyek yang didanai Uni Eropa; yaitu proyek Kejahatan Transnasional  dan  Peradilan Pidana yang berbasis di Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) Semarang, Indonesia, memiliki sedikit gagasan bahwa perjalanan mereka ke Inggris dan negara lain di Eropa akan begitu berkesan - dan bermanfaat.

Pemberhentian pertama mereka adalah Scotland Yard, di mana mereka menemukan bahwa hukum dan ketertiban telah pulih di Ibukota Inggris karena aplikasi yang kuat dari "Teori Jendela Pecah", yang berpendapat bahwa kerusakan tanpa pengawasan akan lebih mengarah ke perilaku yang melanggar hukum.

"Ini luar biasa," kata Imam. "Tidak ada tanda-tanda kerusakan dari hari sebelumnya. Apa yang tidak dapat diperbaiki langsung ditutup. Tidak ada satu pun pecahan kaca di jalan. "

Komando Penanggulangan Terorisme di Kepolisian Metropolitan London membuat mereka terkesan dengan pekerjaan Unit Hubungan Komunitas Muslim dalam menyediakan jembatan antara polisi dan komunitas Muslim. Kunjungan ke Badan Kejahatan Serius Terorganisir, sebuah Badan Nasional yang mengurusi kejahatan transnasional di Inggris, juga menjadikan mereka berpikir tentang pelajaran yang bisa diterapkan untuk pemolisian di Indonesia.

"Konsep lembaga multi-pemerintah yang terdiri dari Kepolisian, bea cukai, imigrasi dan lembaga intelijen merupakan ide yang menarik bagi kami," kata Imam. "Membawa semua lembaga tersebut untuk bekerja bersama-sama adalah sesuatu yang dapat dipertimbangkan untuk penegakan hukum di Indonesia."

Di Akademi Kepolisian Bramshill yang bersejarah, mereka bertemu mitra proyek mereka, Badan Pengembangan Kepolisian Nasional (NPIA) dan mempelajari kamar Hydra Immersive, sistem simulasi yang melatih petugas dengan menciptakan situasi nyata dalam cara yang realistis, untuk melihat jika sistem ini dapat digunakan untuk meningkatkan KERIS, sistem belajar mutakhir yang berbasis komputer di JCLEC.

Mereka juga mengunjungi Sekolah Polisi Eropa (CEPOL) yang mengatur dan mengelola pelatihan, seminar dan lokakarya bagi polisi di seluruh Eropa. Manajemen mereka terhadap kegiatan pelatihan penegakan hukum sangat menarik bagi Imam dan Gede.



Sebelum meninggalkan Inggris, mereka menyaksikan respon yang mengesankan oleh Kepolisian Manchester di pertandingan sepak bola di Stadion Old Trafford, rumah dari tim sepak bola Manchester United.

"Cara mereka mengatur kerumunan 70.000 orang dengan begitu sedikit aparat dan sedikit gangguan adalah pelajaran nyata bagi kami dan sesuatu yang akan kami bagi dengan rekan-rekan kami di Indonesia," kata Gede.

Setelah Inggris, mereka mengunjungi Departemen Intervensi Khusus Badan Anti-Teror Kepolisian Belanda. Badan Ini terdiri dari Unit Intelijen dan Unit Intervensi yang menggabungkan unit investigasi, negosiasi dan taktik. Kemudian, di Markas Europol, Imam dan Gede menerima pengarahan tentang operasi Europol dan perannya dalam memastikan koordinasi dan kerjasama antar lembaga anti-kejahatan transnasional di seluruh Eropa.



Pada perjalanan pulang, mereka diberi penjelasan oleh Polisi Turki di Istanbul mengenai praktik anti-narkotika di kota yang berpenduduk 15 juta orang tersebut.

Imam dan Gede, dua orang pertama dari enam anggota Fakultas Nasional yang dipekerjakan oleh proyek Kejahatan dan Peradilan Pidana UNODC, sangat ingin berbagi pengalaman dan wawasan mereka untuk rekan-rekan dari Kepolisian Nasional Republik Indonesia.

"Berada di Eropa selama tiga minggu adalah pengalaman yang hebat," kata Imam. "Kami mengamati berbagai aspek praktik pemolisian di banyak lembaga kepolisian Eropa. Kami sangat ingin membuat rekomendasi berdasarkan praktik terbaik yang kami amati. Beberapa dari pengamatan kami dapat diterapkan kepada Kepolisian Nasional Republik Indonesia."

LATAR BELAKANG
Proyek Kejahatan Transnasional dan Peradilan Pidana UNODC adalah proyek tiga tahun untuk merancang dan memberikan program pelatihan di Pusat Kerjasama Penegakan Hukum Jakarta dan didanai oleh Uni Eropa dengan mitra pelaksana dari Kemitraan, Badan Pengembangan Perpolisian Nasional Inggris, Universitas Charles Sturt Australia.

Studi tur ini penting untuk proyek tersebut karena bertujuan untuk mengembangkan hubungan dengan lembaga kepolisian dan lembaga akademis di seluruh Asia dan Uni Eropa.